PAPER KOPERASI DAN KEMITRAAN
AGRIBISNIS
UPAYA PENGEMBANGAN AGRIBISNIS SAPI PERAH
DAN PENINGKATAN PRODUKSI SUSU MELALUI PEMBERDAYAAN KOPERASI SUSU
Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Koperasi dan
Kemitraan Agribisnis
Disusun Oleh :
Angga Susi Anjarwati
H0418012
PROGRAM
STUDI PENYULUHAN DAN KOMUNIKASI PERTANIAN
FAKULTAS
PERTANIAN
UNIVERSITAS
SEBELAS MARET
SURAKARTA
2019
I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Koperasi merupakan gerakan ekonomi
rakyat yang berdasarkan asas kekeluargaan untuk mencapai kepada masyarakat yang
maju, adil dan makmur seperti pada UUD 1945 pasal 33 ayat 1 yang berbunyi
“Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas azas kekeluargaan”
dan bangunan perusahaan yang sesuai dengan itu adalah koperasi.
Koperasi khususnya koperasi di
Indonesia masih perlu membangun dirinya dan dibangun menjadi lebih kuat.
Koperasi juga perlu didorong untuk mewujudkan peranya sebagai
sokoguru perekonomian nasional sesuai dengan apa yang ada dalam UU. Koperasi
sebagai unit usaha memerlukan dukungan agar mampu lebih berdaya saing dan
dikelola secara modern berdasarkan prinsip kebersamaan dan kekeluargaan.
Koperasi di negara-negara yang sedang berkembang umumnya tidak memiliki
kesempatan untuk tumbuh secara bertahap serta meningkatkan efisiensi ekonominya
agar sejajar dengan para pesaing utama dan lembaga pemerintah lainnya.
Perkembangan koperasi sering kali dipandang sebelah mata, namun sekarang
koperasi dapat dijadikan sebuah alternatif yang baik bahkan mejadi sokoguru
perekonomian nasional sehingga pada saat ini membuat banyak orang berharap banyak
pada koperasi.
Susu mengandung zat
gizi bernilai tinggi yang dibutuhkan bagi kehidupan masyarakat dari segala
lapisan umur untuk menjaga pertumbuhan, kesehatan, dan kecerdasan berpikir.
Begitu pentingnya
susu, sehingga dapat dikatakan bahwa untuk membangun suatu bangsa yang cerdas
dan sehat, penyediaan susu bagi masyarakat merupakan hal yang mutlak.
Namun,
disisi lain menunjukkan bahwa sebagian besar susu yang tersedia dan beredar di
pasaran merupakan produk impor, kontribusi produksi nasional sangat kecil,
itupun harus melalui “perjuangan” dari Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI)
untuk meningkatkan quota dan harga beli susu segar produksi dalam negeri dari
indusri pengolah susu (IPS). Ketergantungan akan penerimaan dari IPS
menyebabkan pengem- bangan agribisnis
sapi perah di Indonesia relatif lamban. Pada periode tahun
2007 jum lah produksi susu segar nasional adalah 574.683 ton/tahun.
Padahal tingkat konsumsi susu per kapita pada tahun yang sama adalah 3,13 kg
per tahun (Ditjennak. 2009). Dengan perhitungan jumlah penduduk Indonesia pada
tahun 2007 adalah 224,196 juta, maka permintaan susu pada tahun tersebut adalah 1.511.228 ton/tahun,
jauh diatas produksi susu segar nasional. Apabila kondisi tersebut dibiarkan
terus berlangsung tanpa upaya yang serius, maka ketergantungan akan produk
impor dapat menguras devisa negara.
Konsumsi susu nasional
Indonesia sampai saat ini belum dapat dipenuhi melalui produksi dalam negeri,
sebagai akibat lambannya perkembangan agribisnis sapi perah. Oleh karena itu
pengembangan agribisnis sapi perah dipandang perlu dipacu agar produksi susu
memenuhi kebutuhan susu nasional. Faktor utama penyebab ketidakmampuan produksi
susu nasional dalam memenuhi permintaan konsumsi susu nasional adalah karena
skala usaha yang kecil, kemampuan produksi susu rendah, harga jual susu yang
tidak memadai dan biaya produksi yang relatif tinggi. Hal ini menjadikan
pendapatan peternak menjadi rendah. Dalam agribisnis sapi perah, peternak tidak bisa lepas dari
keberadaan koperasi. Untuk memacu perkembangan agribisnis sapi perah, perlu
adanya pemberdayaan koperasi untuk meningkatkan skala usaha, meningkatan
kemampuan produksi susu dan menekan biaya produksi. Pemberdayaan dilakukan
melalui penyediaan sumber bibit sapi perah betina, penyediaan pakan konsentrat
yang berkualitas dengan harga yang terjangkau, maupun bisnis KPS.
Berdasarkan
permasalahan di atas, pemberdayaan koperasi susu sangat diperlukan mengingat
peranannya yang strategis dalam pengembangan agribisnis sapi perah. Paper ini
bertujuan untuk membahas beberapa aspek pemberdayaan yang dapat dilakukan
koperasi susu untuk memacu pengembangan agribisnis sapi perah, sehingga
diharapkan dapat berdampak pada peningkatan produksi susu nasional.
B. Permasalahan
Berdasarkan
latar belakang di atas, maka permasalahan yang ada antara lain :
1. Apa
kendala pengembangan agribisnis sapi perah ?
2. Bagaimana solusi dari kendala pengembangan
agribisnis sapi perah ?
3. Bagaimana cara pemberdayaan koperasi dalam pengembangan agribisnis sapi perah ?
C. Tujuan
Adapun
tujuan yang ingin di capai oleh penyusun antara lain sebagai berikut,
1. Mengetahui kendala pengembangan agribisnis sapi perah
2. Mengetahui solusi dari kendala pengembangan agribisnis sapi perah
3. Mengetahui cara pemberdayaan koperasi dalam
pengembangan agribisnis sapi perah
II.
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Koperasi
Koperasi adalah suatu gerakan otomatis untuk membela
diri dari suatu kelompok masyarakat terhadap tekanan-tekanan hidup yang
dilakukan oleh kelompok lain dalam masyarakat, baik yang berupa dominasi sosial
maupun berupa eksploitasi ekonomi, sehingga menimbulkan rasa tidak aman bagi
kehidupan mereka. Jenis-jenis koperasi. Menurut Undang-Undang No. 25 tahun 1992
pasal 16 jenis koperasi didasarkan pada kesamaan kegiatan dan kepentingan
ekonomi anggotanya. Jenis koperasi terdiri atas lima jenis, yaitu koperasi
simpan pinjam, koperasi konsumen, koperasi produsen, koperasi pemasaran, koperasi
jasa (Masitah et al, 2016).
Koperasi dalam mewujudkan operasinya berusaha
mengembangkan dan memberdayakan diri agar tumbuh menjadi kuat dan mandiri
sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan anggota. Koperasi juga
berusaha berperan nyata mengembangkan dan memberdayakan tata ekonomi nasional
yang berdasarkan asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi Indonesia dalam rangka
mewujudkan masyarakat maju, adil, dan makmur. Koperasi sebagai organisasi
ekonomi (economic organisation) yang
berwatak sosial sebagai usaha bersama berlandaskan asas kekeluargaan dan gotong
royong. Koperasi dalam melaksanakan fungsinya sebagai organisasi ekonomi selalu
berorientasi pada pemenuhan kebutuhan hidup anggotanya dan masyarakat di
lingkungannya (Susanto, 2017).
Sebagaimana
dinyatakan dalam pembangunan ekonomi, khususnya sektor pertanian, pembinaan
kelembagaan diarahkan untung merangsang peran serta masyarakat petani dalam
wadah kelompok tani atau koperasi. Beberapa fakta yang ada menunjukkan bahwa
koperasi telah berkembang pesat dan cukup kuat, serta mampu menjaankan fungsi
koperasi sebagai lembaga perekonomian andalan pedesaan dan mampu menjadi
koordinator informasi bagi koperasi disekitarnya, terutama dalam kegiatan
agribisnis. Saat ini, koperasi masih belum sepenuhnya mampu memanfaatkan
kegiatan
agribisnis dari hulu ke hilir,
yang sesungguhnya mempuyai nilai tambah yang lebih besar (Hanafie, 2010).
III.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.
Kendala
Pengembangan Agribisnis Sapi Perah
Kendala yang dihadapi
dalam pengembangan agribisnis sapi perah diantaranya adalah ketidakberdayaan
peternak untuk mengembangkan usahanya, karena rendahnya pendapatan. Pendapatan
yang mereka peroleh selama ini hanya cukup dialokasikan untuk memenuhi
kebutuhan keluarga, sehingga tidak mampu untuk mengembangkan usaha agribisnis
sapi perah. Sebuah penelitian yang dilakukan di Kabupaten Bandung (Pengalengan,
Lembang) dan Bogor (Cisarua) menunjukkan bahwa pendapatan rata-rata agribisnis
sapi perah sebesar Rp.633.903 per bulan dengan rataan jumlah pemilikan induk
sepanjang tahun tiga ekor. Sementara penelitian yang dilakukan ole seorang ahli di
daerah Cirebon dengan rataan pemeliharaan dua ekor sapi perah induk, pendapatan
rata-rata mencapai Rp.796.580,-/bulan.
Rataan pendapatan yang lebih tinggi pada agribisnis sapi perah di daerah
Cirebon dibandingkan dengan di Kabupaten Bandung adalah disebabkan harga
penjualan susu peternak di Cirebon lebih tinggi dibandingkan dengan di
Kabupaten Bandung.
B. Solusi
Kendala Pengembangan Agribisnis Sapi Perah
Pendapatan usaha
agribisnis sapi perah yang masih rendah tersebut akibat skala usaha dan
kemampuan berproduksi susu yang rendah, harga penjualan susu relatif murah dan
biaya produksi tinggi. Penanggulangan terhadap masalah tersebut perlu dilakukan
agar peternak bukan saja mampu memenuhi kebutuhan hidup keluarga tetapi juga
mampu mengembangkan agribisnis sapi perah mereka. Langkah-langkah strategis
untuk mengatasi masalah adalah sebagai berikut.
1.
Peningkatan Skala Usaha
Skala usaha agribisnis
sapi perah diartikan sebagai jumlah sapi perah imduk yang dipelihara, baik yang sedang
laktasi (menyusui) maupun yang sedang tidak menyusui (yang dikenal dengan
istilah sapi kering kandang). Jumlah induk yang dipelihara dalam usaha
agribisnis sapi perah selama ini tergolong
skala usaha kecil, dengan skala pemilikan 3-5 ekor, dan kemampuan berproduksi
10-12 liter/ekor. Jumlah induk yang dipelihara tidak semuanya berproduksi susu
sepanjang tahun, tetapi ada yang sedang kering kandang. Penelitian menunjukkan
bahwa dari jumlah sapi perah induk yang dipelihara sepanjang tahun mengalami
kering kandang 20-30 persen, sehingga sapi yang berproduksi susu sepanjang
tahun tinggal 2-4 ekor. Dengan skala usaha kecil, kemampuan berproduksi dan
harga yang rendah, sulit bagi peternak untuk mendapatkan pendapatan yang
mencukupi kebutuhan hidup keluarga, apalagi untuk mengembangkan agribisnis sapi
perahnya. Oleh karena itu, salah satu upaya untuk meningkatkan pendapatan
adalah meningkatkan skala usaha ternak
2.
Memberikan Pakan
yang Cukup dan Berkualitas
Pakan
merupakan salah satu faktor yang menentukan kemampuan berproduksi sapi perah.
Pakan sapi perah terdiri dari hijauan dan konsentrat. Pada umumnya hijauan
pakan diberikan dalam bentuk limbah pertanian dan rumput lapangan yang kualitasnya
rendah. Oleh karena itu, konsentrat yang diberikan harus berkualitas tinggi
agar tercapai kemampuan berproduksi susu yang tinggi. Kenyataan di lapang,
kualitas dan kuantitas konsentrat sering tidak sesuai dengan yang
direkomendasikan, karena sulit untuk mendapatkan bahan pakan khususnya pada
musim kering disamping harga yang relatif mahal. Guna mengatasi hal ini
peternak memberikan tambahan atau suplementasi bahan pakan yang lebih
berkualitas, sehingga dapat meningkatkan kemampuan berproduksi susu sapi perah
induk.
3. Memberikan
Frekuensi Pemberian Pakan
Pada umumnya frekuensi
pemerahan dilakukan 2 kali setiap hari. Namun demikian, pada sapi induk yang
memiliki kemampuan tinggi dalam memproduksi susu, frekuensi pemerahan dapat
ditingkatkan menjadi 3 kali atau lebih dalam sehari. Kendala yang dihadapi
yaitu fasilitas yang dimiliki koperasi susu maupun KUD umumnya belum
memungkinkan untuk menampung dan memasarkan susu apabila pemerahan
dilakukan lebih dari 3 kali dalam satu hari. Untuk mengatasi kendala ini
fasilitas yang masih memungkinkan adalah meningkatkan frekuensi pemerahan dari
dua kali menjadi tiga kali per hari.
Dalam
ambing sapi perah terdapat alveol-alveol yang
berkemampuan memproduksi susu. Sapi perah induk yang mempunyai potensi genetik
yang tinggi dalam berproduksi susu, diikuti dengan pemberian pakan dan
manajemen pemeliharaan yang baik, terutama pada permulaan laktasi atau pada
fase baru melahirkan, alveol akan
mempercepat memproduksi susu, sehingga ambing cepat penuh.
4. Harga
Jual Susu di Tingkat Peternak
Penerimaan
utama agribisnis sapi perah adalah dari penjualan susu harian. Besar kecilnya
penerimaan ini sangat ditentukan oleh jumlah susu yang diproduksi dan harga
penjualan susu tersebut. Jumlah susu yang diproduksi ditentukan pula oleh jumlah
sapi perah yang berproduksi dan kemampuan berproduksi. Makin banyak jumlah
sapi-sapi perah yang berproduksi dengan kemampuan tinggi, semakin banyak susu
yang dapat dijual atau dipasarkan. Demikian pula penerimaan yang tinggi akan
dapat dicapai apabila harga yang ditawarkan tinggi pula. Harga yang tinggi pada
agribisnis sapi perah diartikan sebagai harga yang akan memberi keuntungan pada
agribisnis sapi perah. Harga jual susu didasarkan pada biaya produksi. Pada
agribisnis sapi perah biaya produksi yang terbesar adalah pada pakan
konsentrat.
Pemanasan global yang
terjadi akhir-akhir berdampak terhadap produksi pertanian sudah terasa pada
awal tahun 2007. Akibat dari pemanasan global tersebut terjadi penurunan
produksi susu yang sangat signifikan di negara penjual susu utama dunia
berimbas kepada harga penjualan susu meningkat. Harga jual susu pasar dunia
meningkat signifikan termasuk di Indonesia. Pada pertengahan tahun 2007, harga
jual susu peternak meningkat tajam lebih dari 3 kali harga per kg konsentrat,
satu tingkat harga yang memadai bagi agribisnis sapi perah. Namun keberlanjutan
dari harga jual susu peternak yang memadai dan dapat
bertahan terus kedepan, masih perlu dicermati.
5. Menenekan
Biaya Produksi
Dalam
agribisnis sapi perah, peternak tidak hanya memelihara sapi induk laktasi dan
kering kandang, tetapi juga sapi perah yang belum berproduksi. Sapi perah non
produktif ini terdiri dari pedet, dara muda ataupun dara dewasa. Sapi perah non
produktif dipelihara untuk menggantikan sapi perah induk yang sudah tidak
ekonomis lagi untuk dipelihara terus. Dalam pengelolaan, biaya pemeliharaan
sapi perah non produktif tersebut menjadi beban dari sapi perah yang sedang berproduksi.
Dengan demikian dalam perhitungan agribisnis, sapi perah laktasi di samping
harus membiayai dirinya sendiri, harus pula menanggung biaya sapi-sapi perah
non produktif. Oleh karena itu makin banyak sapi perah non produktif yang
dipelihara akan sangat membe- ratkan
sapi perah laktasi yang berdampak terhadap perolehan keuntungan yang semakin
kecil. Salah satu penyebab rendahnya pendapatan agribisnis sapi perah selama
ini dikarenakan terlalu banyaknya memelihara sapi perah non produktif dan tidak
sebanding dengan jumlah pemeliharaan sapi perah laktasi.
C. Pemberdayaan
Koperasi dalam Pengembangan Agribisnis Sapi Perah
Pengembangan agribisnis
sapi perah dapat dilakukan dengan meningkatkan pendapatan peternak yang secara
tidak langsung akan berdampak pula terhadap peningkatan produksi susu nasional.
Peningkatan pendapatan peternak sebagaimana telah diuraikan sebelumnya dapat
dilakukan apabila didukung oleh penyediaan bibit sapi perah betina, penyediaan
pakan yang berkualitas dan pembinaan peternak secara berkelanjutan. Kesemuanya
ini merupakan salah satu peran dan tanggungjawab koperasi susu, yang tidak
hanya sebatas pada penampungan dan pemasaran susu produksi peternak, tetapi
juga memberdayakan peternak agar mampu mem- peroleh pendapatan yang memadai.
Pembinaan peternak oleh koperasi susu selama ini telah berjalan, namun masih
perlu untuk diintensifkan.
Beberapa
upaya pemberdayaan yang dapat dilakukan koperasi untuk meningkatkan produksi
dan produktivitas usaha ternak antara lain dengan penyediaan bibit sapi perah
betina, penyediaan pakan konsentrat dan bisnis
KPS.
1.
Penyediaan Bibit
Sapi Perah Betina
Peningkatan
skala usaha bukan hanya penambahan jumlah pemeliharaan sapi-sapi perah induk,
tetapi juga peningkatan kemampuan berproduksi susu dari sapi-sapi perah induk
yang dipelihara. Hal ini akan berjalan apabila ada penyediaan bibit sapi-sapi
perah betina yang berkemampuan tinggi
dalam berproduksi susu. Pengalaman selama ini dalam pengembangan
agribisnis sapi perah dengan jalan mengimpor sapi perah betina dari luar negeri adalah kurang berhasil. Oleh
karena itu sebaiknya untuk mendapatkan sapi-sapi perah betina yang berkemampuan
tinggi dalam berproduksi susu adalah dengan pengadaan induk bibit sapi-sapi
perah betina di dalam negeri. Berbagai pihak
yang berkaitan dengan agribisnis sapi perah sudah sepakat, bahwa
pembibitan sapi-sapi perah calon induk sebaiknya dilakukan oleh setiap KPS.
Walaupun telah ada KPS yang melakukan pembibitan sapi-sapi perah betina, masih
banyak hal yang harus diperbaiki.
Masalah
yang akan timbul apabila koperasi susu dijadikan sebagai penyediaan induk bibit
sapi perah betina adalah permodalan dan tenaga ahli. Permodalan tidak
keseluruhannya dapat diperoleh dari pemotongan harga susu peternak yang dikenal
dengan istilah ”tanggung renteng” (ditanggung bersama). Namun demikian, dalam
pelaksanaannya pembibitan sapi perah betina perlu adanya subsidi dari
pemerintah. Sedangkan tenaga ahli yang dibutuhkan untuk pembibitan tersebut,
dapat dilakukan dengan menjalin kerja sama dengan perguruan tinggi ataupun lembaga
penelitian terkait.
Balai Pembibitan Ternak
Unggul (BPTU) Baturaden, Purwokerto, Jawa Tengah, sebagai Unit Pelaksana Teknis
(UPT) Direktorat Jenderal Peternakan untuk menghasilkan sapi perah kualitas
bibit, ternyata belum mampu
sebagai penyedia bibit unggul sapi perah dalam skala luas. Oleh karena itu
KPS-KPS perlu membentuk dan memberdayakan unit pembesaran pedet calon induk.
Ditinjau dari aspek kualitas bibit, sebenarnya pejantan yang digunakan untuk
mengawini betina (melalui teknik inseminasi buatan) sudah mengguna- kan
pejantan kualitas unggul. Sehingga, anak- anak yang dihasilkan tentunya
mempunyai potensi genetik yang cukup baik.
2. Penyediaan Pakan Konsentrat
Sebagian
besar KPS yang tersebar di daerah konsentrasi agribisnis sapi perah sudah mampu
memproduksi konsentrat yang dibutuhkan oleh para anggotanya. Namun konsentrat
yang diproduksi KPS pada umumnya masih berkualitas rendah yang belum mencukupi
kebutuhan produksi sapi-sapi perah yang berkemampuan tinggi dalam berproduksi
susu. Pada umumnya dengan pem- berian konsentrat yang berkualitas baik, sapi
perah induk masih ekonomis untuk dipelihara sampai 10-11 periode laktasi. Namun
dengan pemberian konsentrat yang berkualitas rendah sapi perah induk tidak
ekonomis lagi dipelihara pada laktasi ke 7.
Rendahnya kualitas
konsentrat produksi koperasi susu dikarenakan rendahnya daya beli para
peternak. Apabila hal tersebut dibiarkan berlanjut akan merugikan peternak,
yang berakibat juga kerugian pada koperasi susu. Oleh karena itu koperasi susu
harus memproduksi konsentrat yang berkualitas sesuai dengan kualitas yang dibutuhkan
oleh sapi perah yang berkemampuan tinggi dalam berproduksi susu. Kuantitas dan
kualitas konsentrat yang sesuai dengan kemampuan
produksi, bukan saja mampu meningkatkan rataan produksi harian, tetapi juga
memberikan dampak ekonomis. Kembali pada kualitas pakan (terutama konsentrat),
tentunya terkait dengan harga konsentrat yang dapat dijangkau peternak.
Artinya, perlu adanya kerja sama dengan lembaga penelitian terkait dengan
peternakan untuk menyusun ransum konsentrat dengan komposisi bahan baku yang
murah. Dengan demikian dapat dihasilkan konsentrat dengan harga ekonomis sesuai
dengan produk (susu)
yang dihasilkan. Meningkatnya kemampuan produksi susu akan menyebabkan semakin
banyaknya jumlah susu diproduksi.
Pemberdayaan
koperasi susu sangat diperlukan agar mampu mengadakan sumber bibit sapi perah
betina yang berkemampuan tinggi dalam berproduksi susu dan memproduksi pakan konsentrat yang
berkualitas baik. Penyediaan sumber bibit sapi perah betina dan pakan
konsentrat yang berkualitas baik akan memberi peluang kepada para peternak
untuk meningkatkan skala usahanya dan dapat meningkatkan pendapatan, sehing- ga
mampu untuk mengembangkan agribisnis sapi perah petani ternak yang berdampak
terhadap peningkatan produksi susu nasional.
3.
Bisnis KPS
Kenyataan
menunjukkan bahwa KPS saat ini hanya sebagai penyalur susu ke IPS yang kuota
dan kualitas susu yang dipersyaratkan IPS berubah-ubah tergantung harga susu
impor. Posisi tawar GKSI dengan IPS sangat rendah, dapat berpengaruh terhadap
daya serap produksi susu masing-masing KPS. Kasus pembuangan susu oleh KPS
sebagai bentuk protes terhadap perlakuan
IPS, yang menanggung kerugian adalah peternak sapi perah, bukan KPS. Inilah
contoh mudah KPS belum mampu sebagai lembaga bisnis persusuan yang cukup handal
untuk mensejahterakan anggotanya.
KPS
bekerjasama dengan pihak-pihak terkait perlu memperluas pasar dengan program
diversifikasi. Sebagai contoh, melalui program gerakan minum susu (segar)
nasional, dan sudah dirintis oleh beberapa pemerintah daerah; bermitra dengan
swasta untuk membuat IPS-IPS kecil-sedang dengan target konsumen tertentu,
seperti kelompok anak sekolah. Disamping itu perlu adanya pemberdayaan
masyarakat untuk mengubah kebiasaan minum susu kental manis menjadi minum susu
murni hasil pasteurisasi untuk kualitas kesehatan.
KPS
dengan GKSI nya yang sudah berdiri puluhan tahun dan dibantu fasilitas
pemerintah, perlu berbenah diri sebagai unit pengelola pemasaran produk yang
efisien dan bertanggung jawab dengan menggunakan kriteria keberhasilan dengan
indikator ekonomi. KPS/GKSI harus berfungsi untuk meningkatkan efisiensi usaha
ternak sapi perah, dan bukannya sebagai sumber inefisiensi.
IV.
KESIMPULAN DAN SARAN
A.
Kesimpulan
Agribisnis sapi perah
sudah saatnya untuk dipacu perkembangannya, agar produksi susu dapat memenuhi
kebutuhan susu nasional. Ketidakmampuan produksi dalam memenuhi kebutuhan susu
nasional, akibat rendahnya pendapatan para peternak, sehingga petani ternak
tidak mampu untuk mengembangkan agribisnis sapi perahnya. Pendapatan para
peternak yang selama ini masih rendah, karena skala usaha yang kecil, kemampuan berproduksi susu sapi perah
induk yang rendah, harga jual susu peternak yang tidak memadai atau
menguntungkan dan biaya produksi yang relatif tinggi. Untuk memacu
perkembangan agribisnis sapi perah yang berdampak terhadap peningkatan produksi
susu nasional adalah dengan
cara meningkatkan skala usaha, meningkatkan kemampuan berproduksi susu dari
sapi perah induk yang dipelihara para peternak dan menekan biaya produksi.
Penekanan biaya produksi dapat dilakukan dengan menyesuaikan jumlah
pemeliharaan sapi perah produktif dengan jumlah pemeliharaan sapi perah non
produktif dalam suatu komposisi pemeliharaan yang ekonomis. Sedangkan harga
jual susu di tingkat peternak belakangan ini sudah membaik dikarenakan
terjadinya penurunan produksi susu dunia sebagai dampak dari pemanasan global.
B.
Saran
Peningkatan skala usaha dan kemam- puan berproduksi susu
sapi perah induk dapat dilakukan melalui pemberdayaan koperasi susu, melalui
penyediaan sumber bibit sapi perah betina dan penyediaan pakan konsen- trat
yang berkualitas baik dengan harga yang terjangkau, dan dengan melalui bisnis
koperasi.
DAFTAR PUSTAKA
Direktorat
Jenderal Peternakan. 2009. Statistik Peternakan 2008. Direktorat Jenderal
Peternakan, Departemen Pertanian,
Jakarta.
Hanafie, Rita. 2010. Pengantar Ekonomi Petanian. Yogyakarta: CV. Andi Offset.
Masitah
HD, Tenaya MN, dan Darmawan DP. 2016. Strategi Pemberdayaan Koperasi Tani
Berbasis Agribisnis di Kabupaten Badung (Studi Kasus pada Koperasi Subak Uma
Lambing). Jurnal Manajemen Agribisnis
Vol. 4, No. 2.
Rusdiana, S., Wahyuningsih K. Sejati. 2009. Upaya Pengembangan
Agribisnis Sapi Perah dan Peningkatan Produksi Susu Melalui Pemberdayaan
Koperasi Susu. Jurnal Agro Ekonomi Vol.
27 No. 1 : 43-51
Wibowo,
Martino, Ahmad Subagyo. 2017. Seri
Manajemen Koperasi dan UKM Tata
Kelola Koperasi yang Baik (Good Cooperative Govermance). Yogyakarta : CV
Budi Utama.